banner 728x250
Hukum  

3 Wartawan Dijebak di Blora? LCKI: Polisi Harusnya Tangkap Juga Si Pemberi Uang!

3 Wartawan Dijebak di Blora? LCKI: Polisi Harusnya Tangkap Juga Si Pemberi Uang!

banner 120x600
banner 468x60

Blora || Jateng Mitra TNI – POLRI.com

Penanganan kasus dugaan pemerasan oleh tiga orang wartawan asal Semarang yang kini ditahan oleh Polres Blora menuai kontroversi tajam.

banner 325x300

Mereka dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, namun terdapat indikasi kuat bahwa ketiganya justru dijebak oleh pelapor yang seharusnya ikut diproses hukum.

Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Jawa Tengah, Joko Tirtono, SH, atau yang akrab disapa Jack Lawyer, menyebut penangkapan ini sebagai preseden buruk bagi dunia jurnalistik dan kemunduran penegakan hukum di tubuh kepolisian.

“Aneh sekali, ketiga wartawan itu datang ke Blora karena diundang oleh pihak yang mengaku korban.

Tapi justru mereka yang dijebak, diberikan uang tutup berita, lalu langsung diciduk polisi.

Kalau ada uang sogokan, maka pemberi dan penerima sama-sama pelaku tindak pidana menurut Pasal 55 dan 56 KUHP,” ujar Jack dengan nada geram.

Penegakan Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Jack menyatakan keprihatinan mendalam bahwa penegakan hukum di Polres Blora tampak hanya menyasar pihak lemah, dalam hal ini para wartawan, sementara si pelapor—yang memberikan uang suap—justru tidak tersentuh sama sekali oleh proses hukum.

“Jangan sampai aparat menjadi alat kriminalisasi. Kita minta keadilan yang tidak berat sebelah. Kalau memang ada praktik BBM ilegal, kenapa tidak itu yang diproses? Kenapa malah wartawannya yang dijadikan kambing hitam?” tegas Jack yang juga berlatar belakang wartawan reformasi ini.

Jack menduga kuat bahwa peristiwa ini sudah dikondisikan untuk menjebak ketiganya. Ia meminta Kapolri turun tangan mengusut tuntas apakah ada peran oknum aparat dalam skenario jebakan tersebut.

UU Pers Lindungi Wartawan, Tak Wajib Terdaftar di Dewan Pers

Dalam kasus ini, muncul juga argumen bahwa wartawan yang ditangkap tidak terdaftar di Dewan Pers.

Namun, pernyataan resmi Ketua Dewan Pers Indonesia, Ninik Rahayu, membantah anggapan bahwa hanya wartawan terdaftar yang sah secara hukum.

“Setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers,” ujar Ninik, mengacu pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 4 dan 18.

Fakta ini memperkuat argumen bahwa penangkapan tidak boleh hanya didasarkan pada legalitas administrasi, apalagi jika wartawan tersebut sedang menjalankan fungsi jurnalistik menyelidiki dugaan kejahatan publik seperti penyalahgunaan distribusi BBM ilegal.

Dasar Hukum yang Diabaikan

Berikut beberapa dasar hukum penting yang diduga diabaikan oleh Polres Blora:

Pasal 368 KUHP: Pemerasan harus disertai unsur paksaan atau ancaman. Jika uang diberikan secara sukarela (meskipun dengan motif pengondisian), maka unsur ini tidak terpenuhi.

Pasal 55 dan 56 KUHP: Baik pemberi maupun penerima sogokan dalam suatu tindak pidana harus sama-sama diproses hukum.

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers:

Pasal 8: Wartawan yang sedang bertugas dilindungi hukum.

Pasal 18 ayat 1: Siapa pun yang menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana penjara 2 tahun atau denda Rp500 juta.

Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/I/2023: Pendataan perusahaan pers bersifat sukarela, bukan syarat legalitas.

Suara Nurani: Di Balik Jeruji, Keluarga Menderita

Jack menegaskan bahwa ketiga wartawan yang kini mendekam di tahanan Polres Blora juga manusia biasa.

Mereka punya keluarga, anak, dan istri yang kini ikut menanggung derita sosial dan ekonomi karena perlakuan hukum yang timpang.

“Mereka itu saudara-saudara kita. Bisa jadi ada kekeliruan di lapangan, tapi penanganannya harus proporsional dan manusiawi. Jangan dijadikan korban sistem yang cacat. Mari kita kawal kasus ini bersama,” tutup Jack, penuh empati.

Kasus Berawal dari Investigasi Mafia BBM

Kasus ini bermula dari pengungkapan jaringan mafia BBM subsidi yang menyeret nama seorang oknum anggota TNI dari Kodim Blora. Investigasi lapangan yang dilakukan pada Rabu (22/05/2025) mengungkap aktivitas mencurigakan di SPBU 44.582.06, Kecamatan Blora. Armada Panther dan truk modifikasi terekam mengisi solar subsidi secara berulang.

Sopir bernama Aris menyebut nama “Boss Rico” sebagai pemberi kerja. Investigasi mengarah ke gudang yang penuh kempu dan barcode BBM dari berbagai kendaraan, diduga kuat sebagai tempat penampungan BBM subsidi ilegal.

Di lokasi tersebut, awak media dihadang koordinator lapangan bernama Didik. Dugaan keterlibatan oknum aparat semakin kuat, namun hingga kini tidak ada proses hukum terhadap pihak-pihak utama dalam praktik ilegal tersebut.

Modus dan Potensi Jerat Hukum

Para pelaku diduga menggunakan modus:

Armada modifikasi menyedot BBM subsidi berulang.

Solar subsidi dikumpulkan ke dalam kempu.

BBM dijual kembali di pasar non-subsidi.

Pasal-pasal hukum yang dapat menjerat para pelaku:

1. Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas: Penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.

2. Pasal 480 KUHP: Penadahan.

3. Pasal 55 & 56 KUHP: Turut serta atau membantu tindak pidana.

4. KUHPM: Untuk oknum TNI yang terlibat, penanganan harus dilakukan oleh Pomdam IV/Diponegoro.

Tuntutan Keadilan dan Transparansi

Kasus ini menjadi ujian moral dan integritas aparat penegak hukum. LCKI mendesak agar proses hukum dilakukan secara adil, tanpa tebang pilih. Mereka meminta pemberi uang dalam kasus wartawan juga diproses, praktik BBM ilegal dibongkar, dan aparat terlibat—baik sipil maupun militer—diperiksa secara tuntas.

Jika kasus ini dibiarkan, maka keadilan akan terus dirusak oleh skenario kriminalisasi, dan jurnalisme investigatif yang kritis akan mati perlahan di tangan sistem yang berpihak.

Red##

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *