banner 728x250
Hukum  

Kuasa Hukum Nilai Penetapan Tersangka Ketua DPD GRIB Jaya Kalteng Tidak Tepat, Ini Alasannya

Kuasa Hukum Nilai Penetapan Tersangka Ketua DPD GRIB Jaya Kalteng Tidak Tepat, Ini Alasannya

banner 120x600
banner 468x60

PALANGKA RAYA || KALTENG MITRA TNI – POLRI.COM

Kuasa hukum Ketua DPD GRIB Jaya Kalimantan Tengah (Kalteng), Ledelapril Awat, S.H., menilai penetapan tersangka terhadap kliennya oleh Polda Kalteng pada 20 Mei 2025 tidak tepat secara hukum. Ia berpendapat bahwa perkara yang melibatkan kliennya seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata, bukan pidana.

banner 325x300

Ledelapril menjelaskan, dalam perkara ini, PT Bumi Asri Pasaman (PT BAP) mengaku dirugikan akibat pemasangan spanduk oleh R dan rekan-rekannya. Namun menurutnya, PT BAP seharusnya menempuh gugatan perdata melalui mekanisme perbuatan melawan hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Buntok, bukan melaporkannya sebagai tindak pidana. Menurut kami, jika PT. BAP merasa dirugikan baik secara materil maupun moril maka langkah hukum perdata lah yang didahulukan sebab ada asas hukum ultimum remedium (pidana adalah upaya terakhir).

Lebih lanjut, Ledelapril menyebut pasal-pasal yang digunakan oleh penyidik, yakni Pasal 335 KUHP tentang Pemaksaan Kehendak dengan ancaman kekerasan dan Pasal 167 KUHP tentang masuk pekarangan tanpa izin, tidak relevan karena korbannya merupakan badan hukum/ perusahaan, bukan individu.

“Hukum pidana Indonesia menganut asas universitas delinquere non potest, artinya badan hukum tidak dapat menjadi pelaku atau korban kejahatan pidana. KUHP hanya mengenal individu sebagai subjek dan objek dalam delik pidana,” jelasnya, Jum,at 23 Mei 2025.

Ia juga mencontohkan beberapa pasal dalam KUHP seperti Pasal 338 (pembunuhan), Pasal 351 dan 354 (penganiayaan), serta Pasal 310 (pencemaran nama baik), yang semuanya mensyaratkan korban adalah orang (natuurlijk persoon), bukan badan hukum.

Sebagai penguat argumentasinya, Ledelapril mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang menegaskan bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A UU 1/2024 harus dimaknai sebagai individu, bukan lembaga, korporasi, atau institusi.

Kemudian dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor : 1/PUU-XI/2013, tanggal 16 Januari 2014, dalam Paragraf [2.3] Pemerintah telah memberikan keterangan tertulisnya pada halaman 24 dan 25 yang menyatakan :
“…….. rumusan bagian inti delik (delicts bestanddelen) Pasal 335 KUHP, berupa :
c. Objeknya adalah orang, bahwa perbuatan memaksa tersebut ditujukan kepada orang…..dst…..”

Mengenai penerapan Pasal 167 KUHP, Ledelapril mengutip pendapat R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya, yang menyebut bahwa frasa “masuk begitu saja” tidak serta-merta berarti “masuk dengan paksa”.

Menurutnya, dalam kasus ini, R dan timnya masuk ke area pabrik PT BAP dengan cara sopan, yakni mengisi buku tamu dan didampingi petugas keamanan perusahaan saat pemasangan spanduk. Maka, unsur pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 KUHP tidak terpenuhi.

Ledelapril juga membantah narasi penyegelan yang sempat beredar di media sosial.

“Yang terjadi adalah pemasangan spanduk untuk mendorong perusahaan melaksanakan putusan pengadilan. Tidak ada tindakan penyegelan. Bahkan, saat kejadian, klien kami mengisi buku tamu dan didampingi petugas keamanan perusahaan dan anggota Polri yang bertugas disitu,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penyegelan artinya proses perbuatan menyegel. Sedangkan menyegel menurut KBBI artinya menutup rumah (bangunan, barang dsb) yang disita dengan menempelkan segel pada pintu dan sebagainya. Jadi berdasarkan fakta dan penjelasan dalam KBBI, jelas tidak ada aksi Penyegelan yang dilakukan.

Perkara ini bermula dari Putusan Pengadilan Negeri Buntok Nomor 20/Pdt.G/2016/PN.Bnt tanggal 3 April 2017, yang menyatakan PT BAP telah wanprestasi terhadap Sukarto bin Parsan, dengan nilai ganti rugi sebesar Rp778.732.739 ditambah bunga 6% per tahun sejak 2 Februari 2011. Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap hingga ke tingkat Peninjauan Kembali (PK).

Namun hingga saat ini, PT BAP belum juga melaksanakan putusan tersebut. Oleh karena itu, Sukarto memberikan kuasa kepada DPD GRIB Jaya Kalteng untuk menuntut pelaksanaan putusan secara sukarela.

Sayangnya, menurut Ledelapril, pihak perusahaan menolak dengan dalih hendak mengajukan PK ulang, meskipun upaya tersebut telah dilakukan dan ditolak sebelumnya, hal itu tentu saja dalil yang keliru, sebab PK hanya dapat dilakukan satu kali.

Kami selaku kuasa hukum juga sedang mempersiapkan upaya hukum untuk klien kami R dan rekan-rekannya serta kami akan meminta Kepolisian agar lebih fair, perlu melakukan mediasi sehingga dapat dilakukan proses Restoratif Justice dengan pihak PT. BAP karena sejatinya R dkk hanya membantu masyarakat yang terzholimi yakni Sukarto yang menuntut haknya yang sudah 14 tahun (sejak tahun 2011) tidak dibayarkan oleh PT BAP.

Di akhir pernyataannya, Ledelapril menyerukan agar semua pihak menghormati asas praduga tak bersalah.

“Penangkapan dan penahanan bukan bukti kesalahan. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum, semua pihak harus menunggu Putusan pengadilan yang inkracht. Klien kami berhak dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” tegasnya.

Red##

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *