banner 728x250

Bisnis Jual Kavling di Gresik Terancam Distop Sebab Tak Punya Dasar Hukum.

Bisnis Jual Kavling di Gresik Terancam Distop Sebab Tak Punya Dasar Hukum.

banner 120x600
banner 468x60

Gresik ( Jatim ) Mitra TNI – POLRI.com

Perlu diketahui  dengan menjamurnya  jual kavlingan di Kabupaten Gresik, Masyarakat yang berencana membeli tanah di Kabupaten Gresik perlu lebih berhati-hati.

banner 325x300

Sebab bisnis jual beli tanah kavling terancam distop karena dianggap ilegal dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Kalangan anggota DPRD Gresik merekomendasikan penghentian praktik jual beli tanah kavling tersebut.

Sebab usaha jual beli tanah kavling selama ini tidak mengantongi izin resmi.

“Kami merekomendasikan penghentian jual beli tanah kavling karena tidak memiliki izin. Itu berarti ilegal,” kata Wakil Ketua Komisi II DPRD Gresik Mochammad, Jum’at (14/2/2025).

Muhammad menjelaskan, berdasarkan analisis hukum yang dilakukan Komisi II DPRD Gresik, praktik jual beli tanah kavling melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

“Pengusaha tanah kavling tidak memiliki izin resmi, seperti izin perumahan, izin peralihan penggunaan tanah (IPPT), Izin Persetujuan Pemanfaatan Ruang (IPR), izin lingkungan (AMDAL atau UKL), izin sumber daya air (SIPA), Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), site plan, izin lalu lintas, dan peil banjir,” terangnya.

Karena tidak memiliki izin, lanjutnya, praktik ini merugikan daerah. Berbeda dengan transaksi yang dilakukan melalui Akta Jual Beli (AJB), di mana pemerintah daerah bisa memungut BPHTB untuk meningkatkan PAD.

“Selama ini, jual beli tanah kavling hanya dilakukan dengan kuitansi dan pemecahan Petok D atau Letter C. Jika diikat dengan AJB, maka Pemkab Gresik bisa menarik BPHTB sebagai sumber pendapatan daerah,” tambahnya.

Selain merugikan daerah, maraknya jual beli tanah kavling juga berdampak negatif bagi konsumen. Banyak masyarakat yang telah membeli dan membangun rumah di tanah kavling, tetapi tidak dapat mengurus sertifikat kepemilikan.

Selain itu kewajiban penyediaan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) juga tidak jelas, sehingga berpotensi menimbulkan konflik sosial.

“Berbeda dengan pengembang perumahan resmi yang wajib menyediakan fasum dan fasos sebesar 40 persen dari luas lahan. Oleh karena itu, pemerintah harus segera menetapkan regulasi yang jelas terkait jual beli tanah kavling,” jelasnya.

Apalagi hingga saat ini tidak ada satupun organisasi perangkat daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik yang berani menyatakan bahwa usaha jual beli tanah kavling bersifat legal.

“Kami sudah meminta kajian dari OPD. Jika memang legal, seharusnya ada potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) yang bisa dipungut. Namun, tidak ada OPD yang mampu menunjukkan dasar hukumnya,” tutup Mochammad.

Redaksi

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *