banner 728x250

Aliansi Mahasiswa minta Presiden Prabowo Turun Tangan Eksekusi Samsul Tarigan

Aliansi Mahasiswa minta Presiden Prabowo Turun Tangan Eksekusi Samsul Tarigan

banner 120x600
banner 468x60

Binjai  || Mitra TNI – POLRI.com

Sosok Samsul Tarigan kembali menjadi sorotan publik. Meski telah divonis 1 tahun 4 bulan penjara dalam kasus penguasaan ilegal lahan PTPN II seluas 80 hektare, hingga kini ia belum juga dijebloskan ke balik jeruji besi.

banner 325x300

Kejaksaan dan Pengadilan Negeri Binjai dituding lambat, bahkan terkesan sengaja “memeti-eskan” eksekusi vonis. Aksi protes terus bermunculan dari mahasiswa dan masyarakat sipil.

Terbaru, Aliansi Mahasiswa Sumut Bersatu (AMSUB) melayangkan surat terbuka kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Sunarto, SH, MH. “Kasus ini merugikan negara hingga Rp42 miliar.Tapi anehnya, sudah divonis, malah belum juga dieksekusi. Ada apa dengan Pengadilan Negeri Binjai?” tulis AMSUB dalam surat pengaduannya.

Mahasiswa gelar aksi di mahkamah agung dan minta presiden turun tangan

Dalam surat bernomor 174/AMSUB/B/PUR/2025 itu, tertanggal Senin tertanggal 4 Agustus AMSUB meminta Mahkamah Agung memerintahkan Pengadilan Negeri Binjai segera menerbitkan surat eksekusi terhadap Samsul Tarigan. Mereka juga sempat menggelar aksi disana. Mereka membentangkan spanduk meminta Presiden Prabowo, turun tangan dalam masalah ini.

“Pak Presiden Prabowo. Samsul Tarigan katanya kebal hukum, puluhan miliar negara rugi akibat ulahnya. Tangkapkan segera Samsul Tarigan Pak. Barisan rakyat sumut bersatu mendukung mu,” tulis spanduk yang digelar di depan gedung Mahkamah Agung.

Massa yang dikoordinatori Zahid Mutawaali Hasibuan ini, juga membentangkan spanduk bertuliskan agar ketua Mahkamah Agung, segera mengeksekusi Samsul Tarigan.

2. Mahasiswa hingga anggita legislatif Gerindra sempat menggelar aksi

Kemarahan mahasiswa tidak berhenti di surat terbuka. Puluhan mahasiswa dari Kelompok Mahasiswa Pemerhati Keadilan (KMPK) Sumut turun ke jalan. Mereka menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), sambil membentangkan spanduk bertuliskan: “Berantas Narkoba, Tutup Diskotik, dan Eksekusi ST.”

Arya Sinurat, orator dalam aksi itu, menegaskan ketimpangan penegakan hukum. “Langkat disorot, tapi barak di Binjai dan Deli Serdang dibiarkan. Mengapa?” tegasnya lantang di hadapan massa.

Mahasiswa juga mendesak penutupan seluruh diskotek ilegal yang diduga beroperasi di atas lahan negara. Mereka menilai, ketidaktegasan hukum justru memberi ruang subur bagi kejahatan terorganisir.

Kasus Samsul Tarigan ternyata lebih rumit dari sekadar penguasaan lahan. Ia bukan orang sembarangan. Disebut-sebut bahwa Samsul, mengendalikan jaringan hiburan malam di Binjai, Deli Serdang dan Kabupaten Langkat.

Salah satu lokasi yang disorot adalah diskotek yang dulunya bernama Sky Garden dan berganti Marcopolo. Hal ini juga sempat disinggung salah satu anggota DPRD Binjai Ronggur Simorangkir. Ia, juga sempat menggelar aksi di rumah dinas Kapoldasu dan Gubsu.

3. Samsul sempat ditetapkan sebagai dpo penyerangan personil kepolisian

Kasus ini bermula dari penguasaan ilegal lahan negara milik PTPN II Kebun Sei Semayang seluas 80 hektare. Dari total luas lahan, 75 hektare ditanami kelapa sawit dan 5 hektare lainnya digunakan untuk mendirikan diskotek Titanic Frog.

Pengadilan Negeri Binjai menjatuhkan vonis 1 tahun 4 bulan penjara terhadap Samsul pada 20 November 2024. Namun, Pengadilan Tinggi mengubah hukuman menjadi 6 bulan dengan masa percobaan 10 bulan. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung menolak banding dari jaksa dan terdakwa. Vonis kembali ke keputusan PN Binjai 1 tahun 4 bulan.

Samsul Tarigan, sendiri sempat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pada bulan Mei 2023 lalu. Ditetapkannya Samsul, dikarenakan sempat melakukan penyerangan personil kepolisian saat melakukan razia. Hingga akhirnya yang bersangkutan diamankan di Kabupaten Tanah Karo.

Dengan keluarnya keputusan kasasi tersebut, seharusnya tidak ada alasan lagi untuk menunda eksekusi. Tapi kenyataannya berbeda. Hingga awal Agustus 2025, surat eksekusi belum juga diterbitkan. Publik pun bertanya-tanya mengapa hukum bisa sedemikian lambat? Apakah ada kekuatan yang sengaja menghalangi proses keadilan?. *(Tim)*

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *