Banten || Jabar Mitra TNI – POLRI.com
Raungan mesin pemotong kayu tanpa henti kini bukan lagi sekadar suara aktivitas kehutanan, melainkan jeritan pilu dari hutan Perhutani di Lebak, Banten, yang perlahan terkoyak.
Hamparan hijau nan lebat, penopang ekosistem vital sekaligus sumber pendapatan negara, kini berubah menjadi lahan gundul yang memprihatinkan.
Pertanyaan besar menggantung di udara: praktik ilegal apa yang sebenarnya merajalela di balik keheningan yang tersisa?
Ironisnya, ancaman erosi, banjir, dan longsor kini menjadi bayang-bayang mengerikan bagi wilayah yang dulunya kokoh berkat ribuan pohon mahoni, jati, dan akasia.
Kekhawatiran publik bukan tanpa dasar. Hasil investigasi lapangan menemukan fakta mengejutkan: hampir seluruh area Perum Perhutani di wilayah krusial seperti Marga, Cijaku, dan Gunung Kencana telah ‘dibabat habis’.
Pohon-pohon raksasa yang membutuhkan puluhan tahun untuk tumbuh, kini lenyap tak bersisa, digantikan oleh hamparan tanah kosong yang rentan.
*Jejak Kejahatan di Gunung Banten*
Oknum Perhutani Diduga Dalang Jual Beli Kayu Ilegal. Puncak dari kegelisahan ini terungkap dari temuan mencurigakan di Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak.
Lokasi ini secara spesifik masuk dalam kawasan Perum Perhutani BKPH Cimarga KPH Banten. Laporan mendalam dari warga setempat mengungkapkan adanya aktivitas penebangan kayu di Petak 8 yang diduga keras melampaui batas wewenang dan prosedur resmi Perhutani.
Kecurigaan mendalam kini mengarah pada oknum pegawai dinas berinisial AS (Asisten Perhutani). Oknum ini, menurut sumber terpercaya, diduga kuat menjadi dalang utama di balik praktik jual beli kayu ilegal. Modus operandinya, hasil tebangan ilegal ini ditawarkan kepada para pedagang dengan harga yang sungguh fantastis.
Sumber kami menyebutkan, satu kali pengiriman atau “per trip” kayu bisa bernilai hingga Rp 20 juta! Indikasi kuat menunjukkan bahwa praktik gelap ini terus berlanjut, merambah ke berbagai pohon lainnya tanpa pengawasan.
“Diduga tebangan di Perhutani ini tidak sesuai SOP yang sudah ditetapkan oleh forum Perhutani di wilayah Petak 8 Desa Gunung Anten Kecamatan Cimarga. Dan yang lebih parah, hasil tebangannya diolah sampai dibawa keluar sudah jadi bahan balok 4 meteran, dan proses olahnya itu di lokasi!” ungkap seorang warga yang memilih identitasnya dirahasiakan demi keamanan, membuka tabir modus operandi yang sangat mengkhawatirkan dan terstruktur.
Pengolahan balok kayu di lokasi jelas menunjukkan upaya sistematis untuk mempercepat proses kejahatan dan sekaligus menghilangkan jejak. Konfirmasi Minim dari Asisten Perhutani: Ada Apa di Balik Ajakan ‘Ngopi’?
Saat dikonfirmasi, Asep Sanjaya, Asisten Perhutani Lebak, membenarkan bahwa penebangan memang dilakukan di hutan lindung dan hutan produksi.
Namun, ketika wartawan menuntut keterangan lebih lanjut dan mendalam, Asep Sanjaya justru memilih untuk tidak memberikan detail penuh. Dirinya hanya menjanjikan akan memberikan informasi lengkap di kemudian hari, sembari mengajak wartawan untuk “ketemuan sambil minum kopi.”
Sikap ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar. Ada apa di balik ajakan ‘ngopi’ ini?
Mengapa informasi yang seharusnya transparan harus disajikan dalam pertemuan non-resmi, seolah ada yang ingin disembunyikan? Respons Asisten Perhutani yang minim detail ini semakin memperkuat spekulasi adanya pelanggaran serius dan kemungkinan tertutupnya informasi yang krusial.
Publik kini menuntut lebih dari sekadar janji dan ajakan ‘ngopi’. Ini bukan lagi sekadar masalah pencurian kayu biasa. Ini adalah kejahatan lingkungan berskala besar yang secara langsung mengancam keberlanjutan alam Lebak, sekaligus indikasi kuat adanya jaringan terorganisir yang diduga melibatkan pihak-pihak berwenang di tubuh Perhutani sendiri.
Akankah Perhutani dan penegak hukum berani mengusut tuntas skandal ini hingga ke akar-akarnya, menyeret semua pihak yang terlibat, termasuk oknum berinisial HR? Atau akankah hutan Lebak terus menjadi korban keserakahan yang tak terkendali, meninggalkan luka abadi bagi alam dan masyarakatnya? Pertarungan melawan mafia kayu ilegal di Banten kian mendesak untuk segera diselesaikan.(Kamis 31/07/25).
Red##