banner 728x250

Sejarah Lamongan,Mengenang Asal Usul Tumenggung Surajaya dan Mbah Lamong di Hari Jadi Kota Soto Lamongan Yang ke 456

Sejarah Lamongan,Mengenang Asal Usul Tumenggung Surajaya dan Mbah Lamong di Hari Jadi Kota Soto Lamongan Yang ke 456

banner 120x600
banner 468x60

Lamongan  || Jatim Mitra TMI – POLRI.com

Momen bertambahnya usia Kota Soto ini ditandai dengan Kirab Pataka Lambang Daerah yang digelar dari Gedung DPRD menuju Pendopo Lokatantra Kabupaten resmi menginjak usia 456 Senin (26/05/2025)

banner 325x300

Pemerhati sejarah dan budaya Lamongan, Navis Abdulrouf, menjelaskan bahwa penetapan Hari Jadi Lamongan (HJL) merujuk pada hari pengangkatan Tumenggung Surajaya sebagai Adipati Lamongan pertama, yakni 26 Mei 1569 Masehi atau 10 Dzulhijjah 976 Hijriah.

“Penetapan ini didasarkan pada naskah kuno yang diteliti oleh Panitia Penyusun Naskah Hari Jadi dan Sejarah Lamongan,” ujar Navis.

Menurutnya, Tumenggung Surajaya diwisuda dalam sebuah pasamuan agung oleh Sunan Giri di Gresik, bertepatan dengan Hari Raya Iduladha. Peristiwa ini memiliki nilai historis dan religius yang sangat penting dalam konteks awal pembentukan pemerintahan lokal di Lamongan.

Penetapan hari jadi tersebut kemudian diresmikan dalam buku Memayu Raharjaning Praja yang diterbitkan Pemkab Lamongan pada 1994.

Navis juga mengungkap asal-usul nama Lamongan yang erat kaitannya dengan sosok Hadi, seorang pemuda dari Dusun Cancing (kini Desa Sendangrejo, Kecamatan Ngimbang). Hadi merupakan santri kesayangan Sunan Giri IV atau Sunan Prapen.

“Hadi dikenal bijak, cerdas, dan penuh kasih sayang dalam membina masyarakat. Karena sifatnya itu, masyarakat menjulukinya Mbah Lamong,” jelasnya.

Julukan “Lamong” berasal dari istilah Jawa yang menggambarkan sosok pemimpin yang mengayomi dengan kelembutan. Dari sanalah nama Lamongan diyakini berasal.

Setiap tahun, peringatan HJL diawali dengan ziarah ke makam para leluhur pada 25 Mei, termasuk makam Mbah Lamong, Mbah Sabilan, dan Mbah Punuk di Kelurahan Tumenggungan.

Navis menambahkan, Mbah Sabilan merupakan tokoh penting yang dikenal sebagai panglima perang pada masa Adipati ke-3 Lamongan, Raden Panji Puspa Kusuma. Ia gugur sebagai sabilillah, dan namanya terus dikenang dalam sejarah Lamongan.

Adapun Mbah Punuk dan Mbah Sabilan juga terkait erat dengan tradisi unik masyarakat Lamongan, yakni perempuan melamar laki-laki dalam prosesi pernikahan.

Tradisi ini bersumber dari kisah Dewi Andanwangi dan Andansari, putri Adipati Wirasaba, yang jatuh cinta kepada putra Raden Panji Puspa Kusuma.
Iswahyudi

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *