banner 728x250

Imbas Kedelai Naik, Perajin Tempe di Mojokerto Perkecil Ukuran

Imbas Kedelai Naik, Perajin Tempe di Mojokerto Perkecil Ukuran

banner 120x600
banner 468x60

Mojokerto || Jatim Mitra TNI – POLRI.com

Imbas kenaikan harga kedelai impor dirasakan Mohamad Toha (39). Perajin Tempe Dziffa di Dusun Sroyo, Desa/Kecamatan Dlanggu, Mojokerto ini terpaksa mengurangi ukuran produk agar tetap laris.

banner 325x300

Toha menuturkan harga kedelai impor naik sejak sekitar 4 bulan lalu. Yaitu dari Rp 8.500, menjadi Rp 9.000, lalu Rp 9.500/Kg. Sekitar 2 bulan lalu sampai sekarang, harga kedelai impor Rp 9.000/Kg. Menurutnya, pasokan bahan baku dari agen selama ini tetap lancar.

Naiknya harga kedelai impor memaksa Toha memutar otak agar produknya tetap laris. Terlebih lagi bisnis keluarga ini sudah berjalan sekitar 20 tahun.
Tempe Sroyo ini digandrungi konsumen karena murni berbahan kedelai, cita rasa gurih, dan bertekstur empuk.

“Saya siasati dengan memperkecil ukuran tempe, tapi harga jual saya tetap pertahankan,” terang Toha, Sabtu (26/4/2025).

Bapak 2 anak ini memproduksi tempe menggunakan 2 cetakan kayu. Yaitu cetakan dengan lebar 14 cm, panjang 200 cm dan tebal 4,5 cm, serta cetakan dengan lebar 30 cm, panjang 180 cm dan tebal 4,5 cm. Sejak harga kedelai impor naik, ia mengurangi lebar cetakan 2 mm menjadi 13,8 cm.

“Karena kasat mata tidak kelihatan perubahan ukuran tempenya, konsumen juga paham saat kedelai naik,” jelas Toha.

Siasat yang diterapkan Toha terbukti efektif. Sebab Tempe Sroyo ini tetap laris manis. Setiap harinya, rata-rata ia menjual 100 tempe ukuran 14×200 cm dan 30×180 cm. Dengan harga jual yang tetap Rp 50.000/cetakan, omzetnya mencapai Rp 5 juta/hari.

Model pemasarannya mulai dari konsumen datang langsung, melalui 10 reseller dari Pasar Tangunan, Pandanarum dan Sawahan, serta dijual langsung oleh kakaknya di Pasar Dlanggu, Mojokerto. Hanya saja, naiknya harga kedelai impor menurunkan keuntungannya.

“Keuntungan turun sekitar 30%, tapi masih bisa beli bahan baku dan menggaji 3 karyawan termasuk saya,” ungkapnya.

Dibantu 2 karyawannya, setiap hari Toha mengolah 400 Kg kedelai impor menjadi sekitar 100 cetakan tempe. Proses produksinya membutuhkan 2 hari 2 malam.

Dimulai dari merebus kedelai selama 2 jam di bak besar, air rebusan diganti dengan air bersih, lalu didiamkan selama 24 jam.

Air rebusan kedelai ia kemas dengan jerigen untuk dijual ke peternakan sapi. Selanjutnya, kedelai digiling untuk menghilangkan kulit ari, dicuci bersih, lalu diproses peragian. Baru kemudian kedelai dicetak dan didiamkan selama 24 jam.

“Harapannya (ke pemerintah) harga kedelai bisa kembali stabil Rp 8.500/Kg. Sehingga penjualan di pasar tetap enak,” tandasnya. (Jambrong)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *