Mojokerto ||Jatim Mitra TNI – POLRI.com
Sebuah pabrik ternak yang berada di Desa Jatirowo, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto, menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat.
Bukan karena prestasi atau kontribusinya terhadap desa, melainkan karena sikap tertutup dan minimnya interaksi dengan warga sekitar.
Pabrik yang dulunya dikenal sebagai peternakan ayam pedaging ini, kini telah beralih kepemilikan dan mulai beroperasi sebagai peternakan bebek itu pun katanya.
Sejak pergantian manajemen tersebut, warga merasakan adanya perubahan mencolok dalam hal keterbukaan dan komunikasi dengan lingkungan sekitar.
Menurut penuturan salah satu Perangkat Desa, kepemilikan baru tersebut tampak enggan menjalin komunikasi dengan warga maupun Pemerintah Desa.
“Dulu sebelum ganti pemilik, pihak pabrik masih memberikan perhatian kepada warga sekitar, terutama yang terdampak bau dari operasional.
Tapi sejak ganti pemilik, tidak pernah lagi ada komunikasi atau kompensasi untuk warga,” ujar seorang Perangkat Desa yang enggan disebut namanya.
Upaya dari media untuk mengonfirmasi langsung ke pihak manajemen pabrik pun tak membuahkan hasil. Pihak keamanan pabrik menolak memberikan akses masuk, dan tak ada satu pun perwakilan manajemen yang bersedia memberikan keterangan resmi.
Kondisi ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Beberapa warga mengaku khawatir tentang dampak lingkungan, seperti bau menyengat, pencemaran air, atau produksi lain yang tidak diketahui warga yang berpotensi gangguan kesehatan, yang tidak mendapat perhatian dari pihak pabrik.
Karang Taruna Desa Jatirowo turut bersuara. Mereka meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH) atau instansi terkait turun tangan untuk memediasi pertemuan antara warga dan manajemen pabrik. Ketua Karang Taruna mengatakan:
“Kami hanya ingin ada dialog terbuka. Apa sebenarnya yang terjadi di dalam pabrik, dan apakah operasionalnya sesuai dengan aturan? Kami juga ingin tahu sejauh mana kontribusi sosial pabrik terhadap Desa.”
Sayangnya, hingga saat ini, belum ada titik terang terkait kapan pertemuan itu akan terlaksana. Pemerintah desa pun mengaku kesulitan menjalin komunikasi dengan pihak pabrik karena tidak ada perwakilan resmi yang dapat ditemui.
Warga berharap, pihak terkait – baik dari pemerintah daerah maupun instansi pengawasan lingkungan – dapat segera turun tangan dan melakukan pengecekan serta membuka ruang dialog.
Hal ini dinilai penting untuk menjaga keharmonisan antara perusahaan dan masyarakat, sekaligus memastikan bahwa operasional pabrik berjalan sesuai aturan dan tidak merugikan lingkungan sekitar.
Desa Jatirowo kini menunggu langkah tegas dari pihak berwenang untuk memastikan bahwa industri yang berdiri di wilayah mereka tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga menunjukkan tanggung jawab sosial terhadap lingkungan tempat mereka beroperasi.
Saepan/tim