Lamongan ( Jatim ) Mitra TNI – POLRI.com
Dugaan oknum perangkat Desa Dia Sekdes Desa Kebet menyalah gunakan jabatan menggelapkan aset desa untuk kepentingan pribadi.
Dari keterangan Narasumber saat di konfirmasi Minggu,05/01/2025 inisial Kd tanah Perairan tersebut dulunya sebuah lapangan yang di pergunakan warga untuk latihan sepak bola dan difungsikan lagi sebagai aliran sungai warga dekat tanah milik dinas Pekerjaan Umum (PU).
Namun di tahun 1990an tanah tersebut sudah perpindah tangan atas nama Manap yang tinggal di Bonsari yang menjabat dinas perairan dan anehnya tanah tersebut di ajukan menhadi SHM ( sertifikat hak milik )
Senin,06/01/2025 saat wartawan mengecek dilokasi tanah tersebut sudah berdiri 2 rumah, satu rumah lama dan yang satu rumah baru itu milik Dwi Hartono beli dari Manap dari dinas perairan.
Di saat itu juga wartawan ditemui pemilik rumah atas nama Dwi Hardono dan mengatakan tanah miliknya beli dari Manap dari dinas perairan seharga 16 jutaan di tahun 1990an
belinya sudah bersertifikat Surat Hak Milik (SHM) atas nama Manap.
Menurut Dwi Hardono, terkait surat sertifikat SHM milik Manap.Dwi Hardono mengatakan, saya beli tanah milik Manap sudah saya balik namakan di Notaris atas nama saya dan sertifikatnya sekarang ada di Bank buat hutang” terbitnya sertifikat milik Manap di buat oleh Desa dan di sahkan oleh Kades/Sekdes sepanjang tanah pengairan sudah dimiliki 5 orang dan sudah bersertifikat semua termasuk Manap ,” ungkap Dwi Hardono
Aset milik Negara berupa tanah Perairan yang sudah di sertifikatkan menjadi hak milik seseorang itu sudah melanggar peraturan mengenai kepemilikan dan pemanfaatan tanah Negara diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Agraria (UUPA) dan beberapa peraturan turunannya.
Pasal 3 UUPA: Menyatakan bahwa tanah Negara merupakan milik Negara yang dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 4 UUPA: Menjelaskan bahwa pemanfaatan tanah Negara dapat diberikan kepada masyarakat melalui hak-hak atas tanah, seperti hak milik, hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan sebagainya.
Pasal 20 UUPA: Menetapkan bahwa pemberian hak atas tanah negara kepada perorangan atau badan hukum harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, termasuk izin dari pemerintah.
Pasal 21 UUPA: Menyatakan bahwa pengalihan hak atas tanah negara harus dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam perundang-undangan, seperti lelang, pengadaan, atau proses administratif lainnya.
Pasal 35 UUPA: Mengatur bahwa penguasaan tanah negara yang tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dapat ditarik kembali oleh Negara.
Selain UUPA, terdapat juga peraturan turunannya seperti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, dan peraturan lain yang mengatur secara lebih detail mengenai pemberian dan pengelolaan hak atas tanah negara.
Peraturan-peraturan tersebut menegaskan bahwa tanah negara tidak dapat dijual atau dialihkan kepemilikannya secara langsung kepada perorangan.
Pemanfaatannya harus melalui mekanisme yang diatur oleh pemerintah dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk menjaga kepentingan umum dan pengelolaan tanah yang adil. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penggunaan tanah negara berkontribusi pada pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.
IRAWAN / TIK / YAN